Search

. . . . . .Welcome To My Blog. . . . . . .

Assalamu'alaikum. . . .

Selamat datang di blog "sHiNeNicHy".....
Blog ini berisi kumpulan-kumpulan asuhan keperawatan,artikel-artikel serta catatan iseng saya...heheh... semoga blog ini bermanfaat bagi kita semua,khususnya bagi yang membutuhkan postingan dalam blog ini....
Thanks you very much......and Enjoy it!!!! :)

Sabtu, 10 Juli 2010

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TETANUS NEONATORUM

BAB I
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurofoksin yang dihasilkan oleh clostridium tetani yang ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.
Tetanus berasal dari bahasa Yunani “Tetanos” yang berarti peregangan.
Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989 ).
Tetanus neonatorum adalah kejang-kejang yang dijumpai pada BBL yang bukan karena trauma, kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih. (Ngastijah, 1987).
B. ETIOLOGI
Tetanus disebabkan oleh bakterium gram positif, clostridium tetani. Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.
Pada negara berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri ini masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik dan tidak steril dengan menggunakan pisau, gunting atau benda-benda lain yang tidak steril untuk memotong tali pusat, sehingga bakteri tetani yang ada di alat-alat belum steril itu menghasilkan spora yang akan masuk ke tali pusat bayi dan berkembang disana.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan yang tidak steril, merupakan faktor utama dalam terjadinya tetanus neonatus.
C. MANISFESTASI KLINIS
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar menetek, mulut mencucu seperti mulut ikan risus sardonikus dan kekakuan otot ekstremitas. Tanda – tanda infeksi tali pusat kotor, hipoksia dan sianosis.
D. PATOFISIOLOGI
Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka akibat pemotongan tali pusat yang tidak steril, karena dengan pemotongan yang tidak steril tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal sehingga mudah untuk pertumbuhan clostridium tetani.
Spora clostridium tetani berepiklasi dan memperbanyak diri dan diabsorb oleh pembuluh darah, melalui peredaran darah menuju system saraf pusat sehingga merangsang hipotalamus yang dapat mengakibatkan peningkatan suhu tubuh serta dapat menyebabkan hilangnya tonus otot sehingga mengakibatkan trismus, kekakuan pada otot dinding perut, kejang-kejang, dan menyebabkan otot pernapasan berkontraksi sehingga dapat juga menimbulkan sesak napas atau napas cepat.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui infus diberikan tambahan protein dan kalium.
b. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit, kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena.
c. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus.
d. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis.
e. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.
f. Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap
F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Perawatan intensif terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga saluran nafas tetap bebas, mempertahankan oksignasi yang adekuat, dan mencegah hipotermi. Perawatan puntung tali pusat sangat penting untuk membuang jaringan yang telah tercemar spora dan mengubah keadaan anaerob jaringan yang rusak, agar oksigenasi bertambah dan pertumbuhan bentuk vegetatif maupun spora dapat dihambat. setelah puntung tali pusat dibersihkan dengan perhydrol, dibutuhkan povidon 10% dan dirawat secara terbuka. Perawatan puntung tali pusat dilakukan minimal 3 kali sehari.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Liquor Cerebri normal
b. Hitung leukosit normal atau sedikit meningkat.
c. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium
d. Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.
2. Pemeriksaan radiologi : Foto rontgen thorax setelah hari ke-5.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi tetanus terjdi akibat penyakitnya seperti :
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pnemonia aspirasi.
2. Asfiksia ini terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga pengembangan paru tidak dapat maksimal
3. Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan tetanus akan mengalami trismus (mult terkunci) sehingga klien tidak dapat mengeluarkan sekret yang menumpuk di tenggorokan, atau pun menelanya.
4. Fraktura kompresi ini dapat terjadi bila saat kejang klien difiksasi kuat sehingga tubuh tidak dapat menahan kekuatan luar.



BAB II
PROSES KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Pola Fungsional
a. Pola bernafas
Dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi oto pernafasan..
b. Kebutuhan nutrisi
Anoreksia, penurunan turgor kulit, BB menurun.
c. Kebutuhan eliminasi
Konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
d. Kebutuhan istirahat dan tidur
Kebutuhan istirahat tidur pasien terganggu.
e. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Tidak nyaman karena terjadi kaku tubuh.
f. Kebutuhan berpakaian
Dalam berpakaian pasien dibantu oleh perawat / keluarga.
g. Kebutuhan mempertahankan suhu tubuh dan sirkulasi
Suhu tubuh tinggi akibat demam dan sirkulasi darah cepat(takikardi).
h. Kebutuhan personal hygience
Dalam personal hygiene pasien dibantu oleh perawat atau keluarga.
i. Pola gerak dan keseimbangan tubuh
Bayi sulit bergerak karena tubuh kaku.
j. Kebutuhan berkomunikasi dengan orang lain.
Pasien belum mampu berkomunikasi.
k. Kebutuhan spiritual
Pasien belum wajib melakukan ibadah..
l. Kebutuhan bekerja
Pasien belum bisa bekerja.
m. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Tergangu akibat kaku tubuh.
n. Kebutuhan belajar
Terganggu.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola napas b/d jalan napas terganggu akibat spasme otot pernapasan.
2. Peningkatan suhu tubuh b/d efek toksin
3. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake kurang karena tidak mau menetek.
C. INTERVENSI
1. Gangguan pola napas b/d jalan napas terganggu akibat spasme otot pernapasan
Tujuan : Pola napas teratur dan normal
KH : hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan kenutuhan O2, tidak sesak, tidak sianosis, pernapasan normal (N : 30-60 x/mnt)
Intervensi :
1. Monitor irama pernafasan dan respirasi rate
2. Atur posisi luruskan jalan nafas
3. Observasi tanda dan gejala sianosis
4. Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter
5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
6. Observasi timbulnya gagal nafas
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
Rasional :
1. Indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan, kemampuan dan irama nafas.
2. Jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
3. Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi klinik ketidakadekuatan suplai O2 pada jaringan tubuh perifer.
4. Pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mncegah terjadinya hipoksia.
5. Dyspnea, sianosis merupan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilato)
7. Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat mengakibatkan terjadinya asidosis respiratory.
2. Peningkatan suhu tubuh b/d efek toksin
Tujuan :
Suhu tunbuh normal
KH : Suhu tubuh normal (360-370 C)Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 – 10.000/mm3
Intervensi :
1. Atur suhu lingkungan yang nyaman
2. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
3. Berikan hidrasi atau minum yang adekuat
4. Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka
5. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang
6. Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit
Rasional :
1. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi
2. Identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok exhaustion
3. Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari demam.
4. Perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
5. Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
6. Obat-obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram positif, atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7. Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.
3. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake kurang karena tidak mau menetek.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH : BB optimal, intake adekuat, Hasil pemeriksaan albumin 3,5 – 5 mg%
Intervensi :
1. Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line
2. Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu
Rasional :
1. Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
2. NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat











DAFTAR PUSTAKA

Cecily. L Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan Tambayong,Jakarta:EGC
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta:EGC
Long Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah, suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung : Yayasan IADK.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Ed. 6 Vol. 2. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1, Jakarta: Infomedika,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar