.:_sHiNeNicHy_:.
...Hay guys....Welcome to my blog...Enjoy it....semoga bermanfaat... ^.^'
Search
. . . . . .Welcome To My Blog. . . . . . .
Assalamu'alaikum. . . .
Selamat datang di blog "sHiNeNicHy".....
Blog ini berisi kumpulan-kumpulan asuhan keperawatan,artikel-artikel serta catatan iseng saya...heheh... semoga blog ini bermanfaat bagi kita semua,khususnya bagi yang membutuhkan postingan dalam blog ini....
Thanks you very much......and Enjoy it!!!! :)
Sabtu, 10 Maret 2012
LP CHF( FOR DIANIY)
CHF (CONGEST1F HEART FAILURE)
1. PENGERTIAN
Gagal jantung kongestif adalah suatu kondisi dimana kardiak output tidak mencukupi kebutuhan metabolik (Ni Luh Gede Yasmin, 1993)
Gagal jantung kongestif adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien (Bruner & Suddarth, 1996)
2. ETIOLOGI
Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
Arterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark meokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit meo kardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondissi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Hipertensi sistemik atau pulmunal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Penyakit jantung lain
Gagal jantung terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung memepengaruhi jantung. Mekanisma biasanya mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung ( stenosis katup semi luner ), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah ( tamponadi), perikardium, perikarditif kontriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload
Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplay oksigen kejantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association
Terbagi menjadi 4 kelainan fungsional :
a. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat
b. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang
c. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik ringan
d. Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/istirahat.
3. PATHOFISIOLOG1/PATHWAY
Respon – respon kompensasi terhadap output kardiak yang tidak adekuat
Cardiak outout yang tidak adekuat memicu beberapa respon kompensasi yang berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ tubuh yang vital.
Respon awal adalah stimulus kepada syaraf simpati yang menimbulkan 2 pengaruh utama :
1. Meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraktil miokardium.
2. Vasokonstriksi perifer
Vasokonstriksi verifer menggeser arus darah arteri keorgan-organ yang kurang vital, seperti kulit dan ginjal dan juga keorgan-organ yang lebih vital, seperti otak. Konstriksi vena meningkatkan arus balik dari vena ke jantung. Peningkatan peregangan serabut otot miokardium memungkinkan kontraktilitas.
Pada permulaan respon berdampak perbaikan terhadap kardial output, namun selanjutnya meningkatkan kebutuhan oksigen untuk miokardium, meregangkan serabut-serabut miokardium di bawah garis kemampuan kontraksi. Bila orang tidak berada dalam status kekurangan cairan untuk memolai peningkatan volume ventrikel dapat menyebabkan memperberat preload dan kegagalan komponen-komponen.
Jenis kompensasi yang ke dua terdiri dari mengaktifkan sistem renin-angiotensin. Penurunan darah dalam ginjal dan dampak dari kecepatan filtrasi glemorulus memicu dilepasnya renin yang berinteraksi dengan angiotensinogen untuk membentuk angitensin 1, pengubahan angitensin 1 ke angiotensisn 2, yang selanjutnya berdampak vasokonstriksi veriver dan peningkatan reabsorbsi sodium dan air oleh ginjal. Kejadian ini meningkatkan volume dan mempertahankan tekanan pada waktu singkat, namun menimbulkan peningkatan baik preload maupun afterload pada waktu jangka panjang dan seterusnya.
Ketiga bentuk mekanisme kompensasi terdiri dari perubahan struktur miokardium sendiri. Lama-kelamaan miokardium ventikuler menebal atau menjadi hipertropi untuk memperbaiki kontraksi, namun ini pun berdampak peningkatan kebutuhan oksigen untuk miokardium.
Pada permulaan sebagian dari jantung mengalami kegagalan. Karena ventrikel kiri paling sering terserang artherosclerosis koroner dan hipertensi maka kegagalan jantung dimulai dari ventrikel kiri. Namun karena kedua ventrikel merupakan bagian dari sistem ventrikel maka ventrikel manapun dapat mengalami kegagalan.
4. TANDA DAN GEJALA
Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
Kelelahan, nyeri angina, cemas
Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak napas.
Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.
Gagal Jantung Sebelah Kiri
Paling sering serangan menjalar ke sebelah kanan
Kongesti pulmonal, dispneu, batuk, keletlhan, takikardi dengan bunyi jantung S, ansietas, gelisah.
Ortopnea dan atau dispneu noktural poksimal (PND)
Batuk mungkin kering dan atau tak produktif tetapi lebih sering basah.
Dapat saja terbentuk jumlah sputum yang banyak berbau buah yang terkadang bersemu darah.
Gagal Jantung Sebelah Kanan
Kongestif jaringan perifer dan viseral adalah predominan
Edema ekstremitas bawah (edema dependen) biasanya edema pitting, penambahan berat badan dan hepatomegali.
Distensi vena leher, ascites, anoreksia dan mual
Nokturia dan kelemahan
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeniksaan radiologis untuk mengetahui adanya kongesti paru dan pembesaran ventrikel dapat mengindikasikan gagal jantung
Pemeriksaan MR1 (Magnetic Resonance Imaging) atau ultrasonografi dapat mengindikasikan adanya gagal jantung.
Pemasangan kateter yang dimasukkan ke dalam arteri pulmonalis (mencerminkan tekanan ventrikel kiri) atau ke dalam vena kava (mencerminkan tekanan ventrikel kanan) untuk mengukur tekanan diastolik akhir ventrikel dapat mendiagnosis gagal jantung.
Ekokardiografi dapat memperlihatkan dilatasi abnormal ruang ruang jantung dan kelainan kontraktilitas.
6. PENGKAJIAN
• Aktivitas/ istirahat
Gejala:
Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari
Insomnia
Nyeri dada dengan aktivitas
Dispneu pada istirahat atau pada pengerahan istirahat
Tanda :
Gelisah, perubahan status mental (letargi)
Tanda tanda vital berubah pada aktivitas
• Sirkulasi
GeJala Riwayat HT, IM baru/akut, episodik GJK, penyakit katup jantung, bedah jantung, endokarditis, SLE, anemia dan syok septik.
Tanda :
TD mungkin rendah (gagal pemompaan), normal (GJK ingan atau kronis) atau tinggi (kelebilian beban cairan/ peninglcatan TVS)
Tek. Nadi : mungkin sempit, menunjukkan penurunan vol. Sekuncup
Frekuensi jantung : takikardi (gagal jantung kiri)
Irama Jantung : disritmia, mis. Fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur/bradikardi, blok jantung
Nadi apikal : PM1 mungkin menyebar dan berubah posisi secara inferior ke kiri
Bunyi jantung : S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat tedaji, SI dan S2 mungkin melemah.
Mur mur sistolik dan diatolik menandakan adaInya stenosis katup atau insufisiensi.
Nadi : Nadi perifer berrkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi, nadi sentral mungkin kuat, mis. nadi jugularis, karotis, abdominal terlihat.
Warna: kebiruan, pucat, abu abu, sianotik.
Punggung kuu : pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler larnbat.
Hepar : pembesaran/ dapat teraba, reflek hepatojugularis.
Bunyi napas : Krekels, ronki
Edema : mungkin dependen, umum atau pitting kususnya pada ekstremitas ; JVP
• Intregitas Ego
Gejala ;
Ansietas, kuatir, takut.
Stres yang berhubungan dengan penyakit/ keprihatinan finansial
Tanda:
Berbagai manifestasi perilaku mis. ansietas, marah, ketakutan, mudah tersingung.
• Eliminasi
Gejala:
Penurunan berkemih, urine berwarna gelap
Berkemih malam hari (nokturia)
Diare/konstipasi
• Makanan/Cairan
Gejala:
Kehilangan nafsu makan
Mual/ muntah
Penambahan berat badan signifikan
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Pakaian/ sepatu terasa sesak
Diet tinggi garam/makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein
Penggunaan diuretik
Tanda:
Penambahan BB cepat
Distensi abdomen (asites), edema (umum, dependen, tekanan, pitting)
• Higiene
Gejala:
Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri
Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
• Neurosensori
GeJala:
Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda :
Letargi, kusut pikir, disorientasi,
Perubahan prilaku, mdh tersinggung.
• Nyeri/kenyamanan
Gejala:
Nyeri dada, angina akut atau kronis
Nyeri abdomen kanan atas
Sakit pada Otot
Tanda :
Tidak tenang, gelisah
Fokus menyempit (menarik diri)
Perilaku melindungi diri
• Pernapasan
GeJala :
Dispneu saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal
Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum
Riwayat penyakti paru kronis
Penggunaan bantuan pernapasan mis. oksigen atau medikasi
Tanda:
Pernapasan : takipneu, napas dangkal, pernapaan labored, penggunaan otot aksesorin pernapasan, nasal flaring
Batuk : Kening/nyaring/nonproduktif atau mungkin batuk terus menerusdengan/tanpa pernbentukan sputum
Sputum: Mungkin tidak terdengar, dengan krakles basiler
Fungsi mental: mungkin menurun, letargi, kegelisahan
Warna kulit pucat atau sianosis
• Keamanan
Gejala:
Perubahan dalam fungsi mental
Kehilangan kekuatan/tonus otot
Kulit Lecet
• Interaksi sosial
GeJala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan Pembelajaran/pengajaran
Gejala : Menggunakan/ lupa menggunakan obat obatan j antung
Tanda :Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Curah jantung menurun
a. Dapat dihubungkan dengan : perubahan kontraktilitas miokardial, perubahan inotropik, perubahan frekuensi irama, konduksi listrik, perubahan struktural (mis. kelaianan katup, aneurisma ventrikular)
b. Kemungkinan dibuktikan dengan : peningkatan frekuensi jantung (takikardi), disritmia, perubahan gambaran pola EKG, perubahan tekanan darah (TD), bunyi jantung ekstra (S3, S4), penurunan haluaran urine, nadi perifer tidak teraba, kulit dingin kusam, diaforesis, ortopnea,krakels, JVD, perbesaran hepar, edema, nyeri dada.
c. Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan tanda tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis. parameter hemodinamik dalam batas normal, haluaran adekuat)
Melaporkan penurunan episode dispneu, angina
Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
d. Intervensi :
Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
Catat bunyi jantung
Palpasi nadi penifer
Pantau TD
Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Pantau haluaran urin, catat penurunan haluaran dan kepekatan konsentrasi urine
Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung, disorentasi, cemas dan depresi
Berikan istrahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi. Kaji dengan pemeriksaan fisik sesuai indikasi
Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang, menjelaskan manajemen
medik/keperawatan, membantu pasien menghindari situasi stress, mendengar/berespon terhadap ekspresi perasaan/takut.
Mandiri
Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut. Dorong olahraga aktif/pasif. Tingkatkan ambulasi/aktivitas sesuai toleransi.
Peniksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan, kemerahan lokal atau pucat pada ekstremitas.
Kolaburasi
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai dengan indikasi
Berikan obat sesuai indikasi
1. Diuretik : furosemid (lasix), asam etakrinik (edecrin), bumetamid (Bumex), Spinolakton (Aldakton)
2. Vasodilator : nitrat (nitodur, isodril), arteriodilator : hidralazin (apresoline), kombinasi obat: prazosin (minippres)
3. Captopril (Capoten), lisinopril (Prinivil), enalapril (Vasotec)
4. Morfin Sulfat
5. Tranquilizer/sedatif
Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindari cairan garam
Pantau seri EKG dan perubahan foto dada
Pantau pemeriksaan laboratonium, contoh BUN, kreatinin
2. Kelebihan volume cairan
a. Dapat dihubungkan dengan : menurunnya la'u filtrasi glomerolus (menurunnya curah jantung/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
b. Kemungkinan dibuktikan dengan : ortopnea, bunyi jantung S3, oliguria,edema, MJ, refleks hepatojugular positif, peningkatan beratbadan, distress pernapasan, bunyi jantung abnormal.
c. Hasil yang diharapkan:
Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbanganmasukan dan pengeluaran, bunyi napas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, bb stabil, tak ada edema.
Menyatakan pemahaman tentang/pembatasan cairan individual.
d. Intervensi
Kaji dan pantau adanya peningkatan atau penurunan tekanan vena juguralis
Auskultasi dada terhadap bunyi nafas dan jantung
Lakukan balance intake dan output cairan
Berikan diuretik dan terapi vasodilator
Pertahankan diet pembatasan natrium
3. Intoleransi aktivitas
a. Dapat dihubungkan dengan : ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring/immobilisasi.
b. Kemungkinan dibuktikan dengan : kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, disritmia, dispnea, pucat, berkeringat.
c. Hasil yang dlharapkan :
Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri.
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda¬tanda vital DBN selama aktivitas.
d. Intervensi :
Kaji dan pantau adanya tanda intoleransi aktivitas
Periksa TTV sebelum dan sesudah aktivitas
Kolaburasi pemeriksaan EKG setelah melakukan aktivitas
Pertahankan pasien tetap tirah baring atau pada kursi istirahat dengan kaki dinaikkan sesuai indikasi
Indentifikasi faktor yang diketahui meyebabkan lelah batasi aktivitas sesuai indikasi misal jumlah pengunjung dan lamanya kunjungan
Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat sesuai indikasi
Lakukan tindakan yang akan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan lelah yang minimal mis. Gunakan pispot di samping tempat tidur dari pada bedpan
Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai indikasi, kaji aktivitas yang ditoleransi dan kemajuan aktivitas.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Dapat dihubungkan dengan: anoreksia, mual, muntah, meteorisme
b. Kemungkinan dibuktikan dengan: penurunan albumin/transferin serum
c. Hasil yang diharapkan:
Albumin normal
Tidak ada tanda tanda kurang nutrisi
d. Intervensi :
Kaji/catat pemasukan diet
Berikan makanan sedikit tapi sering
Beeikan pada klien/ orang terdekat untuk daftar makanan/cairan yang diizinkan dan dorong agar terlibat pada pemilihan menu.
Timbang BB tiap hari
Kolaborasi untuk pemeniksaan laboratorium albumin, serum, transformasi, natrium, kalium.
5. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit
a. Faktor risiko meliputi tirah baring lama, edema/penurunan perfusi jaringan.
b. Kemungkinan dibuktikan dengan (tidak dapat diterapkan adanya tanda¬tanda dan gejala gejala membuat diagnosa akurat)
c. Hasil yang diharapkan : mempertahankan intregitas kulit dan mendemonstrasikan perilaku mencegah kerusakan kulit.
d. Intervensi :
Lihat kulit, catat adanya penonjolan tulang, adanya edema, area s irkulasinya/pigrnentasinya atau kegemukan/kurus.
Mandiri
Pijat area kemerahan atau yang memutih
Ubah posisi sering di tempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif
Berikan perawatan kulit sering meniminalkan dengan kelembaban/ekskresi
Periksa sepatu/kesempitan sandal dan ubah sesuai kebutuhan
6. Kerusakan pertukaran gas
a. Dapat dihubungkan dengan tidak adekuatnya suplai oksigen memenuhi kebutuhan
b. Hasil yang diharapkan : pasien memperlihatkan perbaikan pertukaran gas seperti dibuktikan dengan nafas tidak kesulitan, perbaikan pernapasan, paru bersih pada auskultasi
c. Intervensi:
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya krekels
Anjurkan pasien untuk batuk efektif
Dorong perubahan posisi sering 4 jam sekali
Pertahankan duduk di kursi/ tirah baning dengan posisi semi fowler atau disangga dengan 3 bantal
Kolaburasi dokter untuk pemeriksaan GDA
Beri oksigen 2 3 ltr
Kolaburasi pemberian diuretik dan broncoilator
DAFTAR PUSTAKA
DianeD,2000, Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Bruner & Suddarth, EGC, Jakarta
Elizabeth.J. Comum, 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta
Hudak & Gallo, 1997, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Vol 1, EGC, Jakarta
Ni Luh Gede Yasmin SKp, Proses Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler, EGC, Jakarta.
Marlyn E. Doengoes, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Sylvia G. Price, 1997, Patofisologi, EGC, Jakarta
Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional "Harapan Kita", Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Bid. DikIat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembukuan Darah Nasional "Harapan Kita", Jakarta
Susan Martin Tucker, 2998, Standar Perawatan Pasien: Proses Perawatan, Diagnosa dan Evaluasi, Vol I , EGC, Jakarta
Sabtu, 10 Juli 2010
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien bernama AM, umur 14 tahun, jenis kelamin perempuan. Klien dirawat di RSJ AA dengan diagnosa keperawatan isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah, dengan kondisi :
a. Klien tidak berkomunikasi dengan siapapun
b. Ekspresi wajah klien sedih, murung
c. Klien tidak percaya diri
d. Klien selalu menunduk saat berbicara
e. Klien menyendiri, berdiam diri di dalam kamar
f. Klien tidak mampu mempertahankan kontak mata
g. Klien takut berinteraksi dengan orang lain
h. Klien mengatakan sering diolok-olok oleh teman – temannya, dan dijauhi teman – temannya karena sejak lahir dia tidak mempunyai ayah, dia lahir akibat pergaulan bebas orang tuanya. Saat berumur 13 tahun dia ditinggal pergi oleh ibunya, sejak saat itu dia tinggal dengan neneknya, dan belum pernah bertemu ibunya lagi.
Klien sangat malu, sedih dan merasa kesepian.
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Tujuan Keperawatan
Klien mampu berkenalan dengan satu orang
4. Tindakan Keperawatan
a. Identifikasi penyebab isolasi sosial
b. Bina Hubungan Saling Percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi terapeutik :
1) Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menempati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
8) Menciptakan kondisi lingkungan yang tenang
9) Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan ( topik yang akan dibicarakan, tempat berbicara, dan waktu bicara ).
c. Diskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
d. Berikan lingkungan terbuka dimana klien merasa aman dan nyaman untuk mendiskusikan perasaan
e. Ajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
f. Tingkatkan interaksi klien secara bertahap ( 1 klien, 2 klien, 1 perawat, 2 perawat, dst )
g. Motivasi / temani klien untuk berinteraksi / berkenalan dengan orang lain. Beri contoh berkenalan
h. Diskusikan dengan klien setiap selesai interaksi / kegiatan latihan
i. Berikan pujian atas keberhasilan klien
j. Anjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang – bincang dengan orang lain dalam kegiatan sehari – hari.
B. STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Pada klien isolasi sosial : Membantu klien berkenalan dengan orang lain, menjelaskan cara – cara berkenalan dengan orang lain, mengajarkan klien berkenalan dengan cara pertama : berkenalan dengan satu orang.
1. FASE ORIENTASI
”Selamat pagi adik. Saya perawat RSJ AA, yang akan merawat adik. Nama Saya Eti Khoirinnisa, senang dipanggil echi. Nama adik siapa? Senang dipanggil apa?”,
”Apakah tadi malam adik bisa tidur dengan nyeyak? Bagaimana perasaan adik hari ini? Apa keluhan adik saat ini? Apakah adik merasa kesepian?”,
”Baiklah. Karena adik merasa kesepian, hari ini kita akan belajar bagaimana cara berkenalan dengan orang lain, untuk latihan pertama berkenalan dengan satu orang dulu”,
”Adik mau bercakap – cakap di mana? Biar lebih nyaman. Baiklah kalau adik mau di taman. Ayo kita ke sana... Kita akan latihan dan bercakap – cakap selama 20 menit”.
2. FASE KERJA
”Apakah adik merasa kesepian? Apa yang adik rasakan ketika diajak berbicara orang lain?”,
”Baik. Di sini Kita akan belajar cara berkenalan dengan orang lain, ini agar adik tidak kesepian lagi, jadi adik punya teman untuk berbicara”,
”Sekarang, Kita berlatih berkenalan ya?”,
”Kita akan mulai latihan berkenalan dengan perawat, caranya adalah adik memandang ke arah orang orang yang diajak kenalan, lalu mengucapkan salam, dan bilang dulu / minta izin dulu kalau mau berkenalan, sambil bersalaman, kemudian menyebutkan nama adik. Setelah itu, tanyakan nama orang yang diajak berkenalan tersebut”.
”Bagaimana?apakah adik sudah mengerti?”
”Nah.... Sekarang kita praktikkan ya? Adik berkenalan dengan perawat dulu, Saya akan memanggil teman Saya, agar adik bisa berkenalan, tapi kalau adik masih malu bisa latihan dengan Saya dulu, atau adik mau pilih sendiri?”,
”Sebelumnya, Saya akan mempraktikkannya, adik perhatikan baik – baik ya....Setelah itu adik yang mempraktikkan”,
”Wah.... Bagus sekali ternyata adik sudah mempraktikkannya dengan baik”,
”Setelah berkenalan adik bisa ngobrol dengan orang yang adik ajak berkenalan tadi, adik bisa membicarakan tentang banyak hal, atau adik bisa menceritakan hal – hal yang paling berkesan sehingga adik dan orang yang baru adik kenal itu semakin akrab”.
3. FASE TERMINASI
”Bagaimana perasaan adik setelah berkenalan tadi? Jadi menurut adik apa saja keuntungan bisa berkenalan dengan orang lain?”,
”Sekarang adik sudah tau kan kalau banyak teman itu sangat menyenangkan, jadi adik tidak usah takut untuk berbicara atau berkenalan dengan orang lain”,
”Untuk hari ini, adik sudah sangat bagus dan adik sudah mau bekerja sama dengan Saya, Jadi latihan hari ini cukup sampai di sini, yang sudah Kita pelajari tadi adik ingat – ingat ya....dan jangan takut untuk berkenalan atau berbicara dengan orang lain agar adik tidak merasa kesepian dan punya banyak teman”,
”Baik.Bagaimana kalau besok jam 10 kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan cara berkenalan dengan dua orang?Sehingga teman adik semakin banyak, Apakah adik bersedia? Di mana tempatnya? Di bawah pohon mangga sana? Berapa lama Kita akan berlatih? Bagaimana kalau 25 menit?”,
”Baiklah, sampai jumpa, Assalamu’alaikum...........”.
Daftar Pustaka
Perry,Potter,2005.Fundamental Keperawatan:Konsep,Proses,dan Praktik,Edisi 4 volume 1.Jakarta : EGC
Gerakan abnormal yang tak terkendali
Gerakan abnormal dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan keadaan. Gerakan abnormal merupakan kontraksi otot – otot volunter yang tidak terkendali. Nilainya secara klinis dalam menentukan diagnosis dan lokalisasi penyakit saraf dapat sangat besar, oleh karenanya harus diamati dengan baik. Gerakan abnormal ini dapat mengenai tiap bagian tubuh. Ia timbul karena terlibatnya berbagai bagian sistem motorik, misalnya : korteks, serabut yang turun dari korteks, ganglia basal, batang otak dan pusat – pusatnya, serebelum dan hubungan – hubungannya, medulla spinalis,serabut saraf perifer atau ototnya sendiri,sifat gerakan dipengaruhi oleh letak lesi dan kelainan patologiknya. Lesi pada tempat yang berlainan kadang dapat menyebabkan gerakan yang identik, dan proses patologis yang berlainan pada tempat yang sama kadang dapat mengakibatkan bermacam bentuk gerakan abnormal.
Gerakan abnormal yang tak terkendali :
1. Tremor
Tremor adalah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran yang timbul karena berkontraksinya otot – otot yang berlawanan secara bergantian, dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis – jenis tremor :
a. Tremor fisiologis/tremor normal
Didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi yang sulit, atau bila kita melakukan gerakan volunter dengan sangat lambat. Tremor yang terlihat pada orang normal yang sedang marah atau ketakutan merupakan aksentuasi dari tremor fisiologis ini
b. Tremor halus / tremor toksik
Khas dijumpai pada hipertiroid. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan tangan. Kadang – kadang tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Untuk memperjelasnya, kita tempatkan kertas di atas jari – jari dan tampaklah kertas tersebut bergetar walaupun tremor belum jelas terlihat. Tremor ini didapatkan pula pada keracunan nikotin, kafein, obat – obatan seperti adrenalin, efedrin, atau berbiturat.
c. Tremor kasar
Tremor yang lambat,kasar dan majemuk. Sering ditemukan pada penderita parkinson
d. Tremor intensi
Tremor yang timbul waktu melakukan gerakan volunter dan menjadi lebih nyata ketika gerakan hampir menuju tujuannya. Tremor ini merupakan tremor kasar, dan dapat dijumpai pada pasien dengan gangguan sereblum.
2. Khorea
Kata khorea berasal dari Yunani yang berarti menari.Pada khorea gerak otot berlangsung cepat, sekonyong – konyong, aritmik, dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Hal ini khas terlihat pada anggota gerak atas ( lengan dan tangan ), terutama bagian distal.
3. Atetose
Atetose berasal dari Yunani yang berarti berubah. Pada atetose gerakan lebih lambat dan melibatkan otot bagian distal, namun cenderung menyebar ke proksimal. Atetose banyak dijumpai pada penyakit yang melibatkan ganglia basal.
4. Distonia
Biasanya distonia ini dimulai dengan gerakan atetose pada lengan atau anggota gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi kompleks yang menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.
5. Balismus / hemibalismus
Balismus / hemibalismus adalah gerakan otot yang datangsekonyong – konyong , kasar dan cepat, terutama mengenai otot – otot skelet yang letaknya proksimal
6. Spasme
Gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot – otot yang biasanya disarafi oleh satu saraf. Spasme klonik mulai sekonyong – konyong, berlangsung sebentar dan dapat berulang – ulang, spasme dapat timbul karena iritasi saraf perifer atau otot.
7. Tic
Penyebab tic belum diketahui, tic merupakan suatu gerakan yang terkoordinir , berulang dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik.
8. Fasikulasi
Merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut, dari satu berkas (fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik
9. Miokloni
Gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyong – konyong, sebentar , aritmik, asinergik dan tidak terkendali.
Daftar Pustaka :
Prof.DR.dr.S.M.Lumbantobing.Neuorologi Klinik,Pemeriksaan Fisik dan Mental.Jakarta : FKUI
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HYDROCHEPALUS
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Hydrochepalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor. (http:///www.askephydrochepalus.com).
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Mumenthaler (1995) definisi hydrocephalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinallis internal atau eksternal melebar.
Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah, 1997).
Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempat sepanjang perjalanannya, timbulnya Hydrocephalus akibat produksi yang berlebihan cairan serebro spinal dianggap sebagai proses yang intermiten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak-anak yang disebabkan oleh papiloma pleksus, yang dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi otak
2. Fisiologi Cairan Cerebro Spinalis
a. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam.
Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA;
1) Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar)
2) Parenchym otak
3) Arachnoid
b. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir kesuperior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri.
Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid.
C. BENTUK HTDROCHEPALUS
1. Non – komunikasi (nonkommunicating hydrocephalus)
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka.Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada system ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
2. Hidrosefalus Komunikasi (Kommunicating hidrocepalus)
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
3. Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus)
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.
D. ETIOLOGI
Penyebab dari hirochepalus adalah :
1. Kelainan bawaan
2. Infeksi
3. Neoplasma
4. Perdarahan
E. HIDROCEPHALUS PADA ANAK ATAU BAYI
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua (2 ) ;
- Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ;
a. Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil
b. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
- Di dapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya..
Penyebab sumbatan ;
Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak – anak ;
- Kelainan kongenital
- Infeksi di sebabkan oleh perlengketan meningen akibat infeksi dapat terjadi pelebaran ventrikel pada masa akut ( misal ; Meningitis )
- Neoplasma
- Perdarahan , misalnya perdarahan otak sebelum atau sesudah lahir.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagianyaitu :
- Hidrosefalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dal;am sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.
- Hidrosefalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF.
Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Manifestasi klinis
a. Bayi ;
1) Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2) Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3) Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial;
Ø Muntah
Ø Gelisah
Ø Menangis dengan suara ringgi
Ø Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
4) Peningkatan tonus otot ekstrimitas
5) Tanda – tanda fisik lainnya ;
Ø Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas.
Ø Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas iris.
Ø Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
Ø Strabismus, nystagmus, atropi optik.
Ø Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
b. Anak yang telah menutup suturanya ;
Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
Ø Nyeri kepala
Ø Muntah
Ø Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
Ø Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun.
Ø Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
Ø Strabismus
Ø Perubahan pupil.
F. PATOFISIOLOGI
Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.
G. MANIFESTASI KLINIK
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.
Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya.
Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela.
Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya
Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
H. DIAGNOSIS
CT Scan
Sistenogram radioisotop dengan scan .
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Tanggal :
Oleh :
Jam :
No. CM :
1.IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Status :
Diagnosa :
Alamat :
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Alamat :
Umur :
Hubungan dengan Pasien :
Pendidikan :
Alamat :
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Muntah, gelisah, nyeri kepala, lethargi, lelah, apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, konstriksi penglihatan perifer.
b. Riwayat kehamilan pre natal
Ibu sudah pernah diimunisasi TT.
c. Riwayat natal
Kelahiran : prematur, lahir dengan pertolongan tenaga kesehatan, pada waktu lahir menangis keras.
d. Riwayat penyakit sebelumnya
Menurut pengkajian orang tua sejak 4 bulan yang lalu anaknya pernah panas kemudian disertai mual dan kejang – kejang serta terlihat kepala anaknya muali oleh keluarga anaknya di antar RSU Dr. Karyadi Semarang kemudian dirawat selama 7 hari dan pulang paksa dalam keadaan tidak sadar.
e. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang diantar oleh orang tuanya ke RSU Dr. Karyadi Semarang tanggal 9 April 2008 jam 09.00 WIB dalam keadaan tidak sadar (apatis), muntah, suhu tubuh meningkat dari normal (380), keadaan umum lemah.
f. Riwayat imunisasi
1) 0 bulan : Hb Uniject, BCG, Polio I
2) 2 bulan : DPT-Hb I dan Polio II
3) 3 bulan : DPT-Hb II dan Polio III
4) 4 bulan : DPT-Hb III dan Polio IV
5) 9 bulan : Campak
g. Riwayat psiko sosial
Anak tidak bisa bermain dan merasa sedih dengan penyakitnya.
3. Pengkajian Pola Fungsional
a. Pola bernafas
Dyspnea akibat kontraksi otot pernafasan..
b. Kebutuhan nutrisi
Anoreksia, penurunan turgor kulit.
c. Kebutuhan eliminasi
Konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
d. Kebutuhan istirahat dan tidur
Kebutuhan istirahat tidur pasien terganggu.
e. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Tidak merasa nyaman karena merasa nyeri pada kepala.
f. Kebutuhan berpakaian
Dalam berpakaian pasien dibantu oleh perawat / keluarga.
g. Kebutuhan mempertahankan suhu tubuh dan sirkulasi
Suhu tubuh tinggi akibat demam dan sirkulasi darah cepat (takikardi).
h. Kebutuhan personal hygience
Dalam personal hygiene pasien dibantu oleh perawat atau keluarga.
i. Pola gerak dan keseimbangan tubuh
Pola gerak dan keseimbangan tubuh terganggu karena kepalanya membesar.
j. Kebutuhan berkomunikasi dengan orang lain.
Pasien lamban dalam berkomunikasi dengan orang lain dikarenakan keadaannya yang apatis
k. Kebutuhan spiritual
Pasien belum wajib melakukan ibadah..
l. Kebutuhan bekerja
Pasien belum bisa bekerja.
m. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Tergangu akibat kepalanya yang membesar dan sakit yang dialami.
n. Kebutuhan belajar
Terganggu.
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi penyakit
3. Gangguan kebutuhan nutrisi dan cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake makanan.
4. Gangguan kebutuhan aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang.
B. INTERVENSI
1. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Intervensi :
1. Atur posisi klien senyaman mungkin
2. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
3. Catat adanya pengaruh nyeri, misalnya hilangnya perhatian pada hidup, penurunan aktivitas, penurunan berat badan
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesiks
5. Jelaskan penyebab nyeri
Rasional :
1. Posisi klien yang nyaman dapat mengurangi rasa nyeri.
2. Dengan mengajarkan tehnik relaksasi dan pengalihan perhatian sehingga pasien dapat mandiri untuk mengurangi rasa nyerinya.
3. Nyeri dapat mengurangi kehidupan sampai keadaan yang cukup serius bahkan berkembang sampai keadaan depresi.
4. Penanganan pertama dari nyeri pada kepala dengan pemberian analgesik dapat menghilangkan / mengurangi nyeri.
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi penyakit
Intervensi :
1. Atur suhu lingkungan yang nyaman
2. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
3. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang
4. Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik
5. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit
Rasional :
1. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi
2. Identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok exhaustion
3. Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
4. Obat-obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram positif, atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
5. Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.
3. Gangguan kebutuhan nutrisi dan cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake makanan.
Intervensi :
1. Kolaborasi untuk memberikan cairan IV line
2. Berikan makanan sedikit tapi sering
3. Menyajikan makanan selagi hangat
Rasional :
1. Pemberian cairan melalui intravena untuk menambah nutrisi dan cairan karena pasien mual dan muntah.
2. untuk menjaga kestabilan berat badan agar tidak turun drastis dan juga agar tidak mual.
3. Dengan menyajikan makanan selagi hangat menambah nafsu makan pasien
4. Gangguan kebutuhan aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang.
Intervensi :
1. Catat respons – respons emosi / perilaku pada imobilisasi, berikan aktivitas sesuai yang sesuai dengan pasien
2. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
Rasional :
Imobilitas yang dipaksakan dapat memperbesar kegelisahan, peka rangsang. Aktivitas pengalihan membantu dalam memfokuskan kembali perhatian pasien dan meningkatkan koping keterbatasan tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Cecily. L Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan Tambayong,Jakarta:EGC
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta:EGC
Long Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah, suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung : Yayasan IADK.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Ed. 6 Vol. 2. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1, Jakarta: Infomedika,